Ketika hari Raya Idul Fitri tiba, ada satu budaya di Tanah Air kita, khususnya di Jawa yang patut kita lestarikan bersama, yaitu budaya sungkem.
Saat saya masih kecil dulu,setiap kali Idul Fitri tiba,ayah saya mengajak saya dan seluruh adik saya untuk memakai pakaian terbaik.Lalu kami sekeluarga mendatangi kakek dan nenek saya. Satu per satu kami bersimpuh dan menjabat tangan kakek lalu nenek. Biasanya dimulai dari ayah,lalu ibu, lalu saya sebagai anak sulung, lalu adik-adik saya.
Dalam ritual sungkem ini,saya menyaksikan hati yang lunak.Hati yang penuh rahmat dan cinta.Saya menyaksikan dan mendengar sendiri bagaimana ayah saya terisak- isak meminta maaf kepada kakek dan nenek.Juga ibu saya.Saya juga melihat dan mendengar sendiri bagaimana kakek dan nenek dengan mata berkaca-kaca mendoakan ayah dan ibu saya.Itulah sungkem yang menjadi salah satu tradisi di keluarga kami.
Setelah kakek dan nenek semuanya meninggal, baik yang dari ayah maupun yang dari ibu,kini ayah dan ibu saya menjadi kakek dan nenek.Saya kini sudah punya dua anak. Saya pun berusaha untuk tidak menyia- nyiakan datangnya Idul Fitri dengan tidak sungkem kepada kedua orangtua saya.
Entah kenapa,setiap kali sungkem,saya selalu merasakan kenikmatan yang susah dilukiskan dengan kata-kata.Kenikmatan mencium tangan kedua orangtua, lalu dengan penuh rasa cinta meminta maaf atas segala dosa dan meminta tambahan ridha dan doa. Sungkem menurut saya adalah salah satu sunnah hasanah, satu tradisi yang sangat bagus.
Tradisi yang mengokohkan pertemuan hati seorang anak dan kedua orangtuanya, seorang cucu dengan kakeknya, seorang keponakan dengan pamannya, seorang adik dengan kakaknya,dan seorang suami dengan istrinya. Sebenarnya yang paling penting dari tradisi sungkem adalah hadirnya rasa cinta yang semakin dari seorang anak kepada kedua orangtuanya, dan terbitnya restu dan ridha dari orangtua untuk anaknya.
Dari getar bibir kakek saat dimintai doa oleh ayah saya ketika sungkem, di antaranya saya mendengar, ”Ya, begitu juga orangtua kalau ada salahnya, ya dimaafkan, aku doakan kamu bahagia di dunia dan di akhirat.Semakin kuat ibadahmu kepada Allah SWT,murah sandang pangan, rezeki mengalir halal barakah, dan memiliki anak turun yang shaleh di dunia dan akhirat.” Itulah ketulusan doa seorang ayah untuk anaknya. Saya kemudian mendapatkan keteladanan yang luar biasa di sana.
Maka setiap kali Lebaran tiba, saya berusaha untuk tidak meninggalkan sungkem kepada kedua orangtua saya. Saya ajak istri dan anak-anak saya. Memang sejatinya, meminta maaf,meminta doa dan restu kepada kedua orangtua tidak hanya ketika hari Raya Idul Fitri saja. Setiap kali ada kesempatan seorang anak berhak sungkem kepada kedua orangtuanya.
Lebih dari itu,yang dikehendaki oleh Islam sejatinya tidak hanya sungkemnya, tapi birrul walidain-nya. Bakti kepada kedua orangtua,itulah yang dikehendaki Islam.Dan sungkem,hanya salah satu cara bagi seorang anak membuka pintu birrul walidainyang lebih luas. Tentang birrul walidain, ada cerita menarik yang menyentuh hati saya.Cerita dari Rasulullah SAW, tentang doa tiga orang yang beramal saleh agar bisa membuka pintu gua yang tertutup batu.
Salah satunya berdoa dengan barakah berbakti kepada kedua orangtuanya. Kisah ini diriwayatkan oleh Abdullâh ibn Umar, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, ”Tiga orang dari umat sebelum kalian, pernah pergi dan bermalam di gua.Tiba-tiba ada batu jatuh dari gunung dan menutupi pintu gua itu.
Maka mereka berkata,”Sesungguhnya kita tidak dapat keluar dari gua ini,kecuali kita berdoa kepada Allah SWT dengan perantaraan amal saleh kita.” Lalu salah seorang dari ketiganya berdoa,” Ya Allah sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa kedua orangtuaku telah lanjut usia.Dan aku tidak memberi minum keluarga dan budakku, kecuali keduanya telah aku beri minum.
Selesai memerah susu, saat keduanya masih terlelap tidur, maka aku pun duduk di sisinya sambil memegang gelas berisi susu sampai fajar terbit hingga keduanya bangun dan minum. Ya Allah, kalau saya berbuat demikian itu karena mengharapkan ridha-Mu, maka lepaskanlah dan keluarkan kami dari batu yang menghalangi ini.
”Maka batu terbuka sedikit dan mereka belum bisa keluar. Yang kedua berdoa,”Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui, bahwa aku mengasuh anak perempuan pamanku yang sangat kucintai.Lalu aku membujuknya agar bersedia menyerahkan dirinya padaku. Tetapi dia menolak kehendakku, hingga aku sakit hati karenanya, selama satu tahun.
Suatu hari dia datang kepadaku, lalu saya berikan kepadanya 120 dinar, dengan syarat dia menyerahkan dirinya padaku.Dan dia pun menyerah.Namun ketika aku ingin menumpahkan syahwatku, dia berkata, ”Takutlah engkau kepada Allah SWT,dan janganlah engkau melakukannya, kecuali dengan hak (aturan syariat).
”Lalu aku tidak jadi menikmati tubuhnya, dan kutinggalkan dia beserta dirham yang aku berikan kepadanya. Ya Allah,kalau aku berbuat demikian karena mengharapkan ridha-Mu, maka lepaskanlah kami dari derita yang kami alami ini”. Maka batu pun bergeser.Namun,mereka belum bisa keluar. Yang ketiga berdoa, ”Ya Allah, sesungguhnya aku pernah memiliki beberapa buruh dan mereka telah aku beri upah yang menjadi haknya, tetapi seorang buruh yang pergi, meninggalkan upah yang menjadi haknya.
Lalu aku kembangkan upahnya menjadi harta yang banyak. Selang beberapa lama kemudian, dia datang kepadaku dan berkata,”Wahai hamba Allah (Abdullah), berikanlah upahku kepadaku!” Maka saya berkata, ”Semua yang engkau lihat,yaitu unta,sapi,kambing,dan budak adalah upah dan hak kamu.” Buruh itu berkata, ”Apakah kamu mengejekku?” Aku menjawab, ”Aku tidak mengejek! Ambillah semua hakmu!” Lalu dia mengambil seluruhnya dan tidak menyisakan sedikit pun.
”Ya Allah, kalau aku berbuat demikian itu karena mengharapkan keridaan- Mu, maka lepaskanlah kami dari derita yang sedang kami alami.”Maka batu itu pun bergeser dari mulut gua sehingga ketiganya dapat keluar dan meninggalkan gua itu. Begitulah amal saleh ternyata bisa menyelamatkan ketiga orang itu dari kebinasaan.
Dan di antara amal saleh itu adalah berbakti dengan ikhlas kepada kedua orangtua. Saat Lebaran tiba, mari kita sungkem kepada kedua orangtua kita,minta ridha dan doa mereka berdua. Semoga kita sukses di dunia dan akhirat.Amin.Minal aidin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin. Salatiga,29 September 2008
Habiburrahman El Shirazy
Budayawan Muda, Penulis Novel Ketika Cinta Bertasbih
Saat saya masih kecil dulu,setiap kali Idul Fitri tiba,ayah saya mengajak saya dan seluruh adik saya untuk memakai pakaian terbaik.Lalu kami sekeluarga mendatangi kakek dan nenek saya. Satu per satu kami bersimpuh dan menjabat tangan kakek lalu nenek. Biasanya dimulai dari ayah,lalu ibu, lalu saya sebagai anak sulung, lalu adik-adik saya.
Dalam ritual sungkem ini,saya menyaksikan hati yang lunak.Hati yang penuh rahmat dan cinta.Saya menyaksikan dan mendengar sendiri bagaimana ayah saya terisak- isak meminta maaf kepada kakek dan nenek.Juga ibu saya.Saya juga melihat dan mendengar sendiri bagaimana kakek dan nenek dengan mata berkaca-kaca mendoakan ayah dan ibu saya.Itulah sungkem yang menjadi salah satu tradisi di keluarga kami.
Setelah kakek dan nenek semuanya meninggal, baik yang dari ayah maupun yang dari ibu,kini ayah dan ibu saya menjadi kakek dan nenek.Saya kini sudah punya dua anak. Saya pun berusaha untuk tidak menyia- nyiakan datangnya Idul Fitri dengan tidak sungkem kepada kedua orangtua saya.
Entah kenapa,setiap kali sungkem,saya selalu merasakan kenikmatan yang susah dilukiskan dengan kata-kata.Kenikmatan mencium tangan kedua orangtua, lalu dengan penuh rasa cinta meminta maaf atas segala dosa dan meminta tambahan ridha dan doa. Sungkem menurut saya adalah salah satu sunnah hasanah, satu tradisi yang sangat bagus.
Tradisi yang mengokohkan pertemuan hati seorang anak dan kedua orangtuanya, seorang cucu dengan kakeknya, seorang keponakan dengan pamannya, seorang adik dengan kakaknya,dan seorang suami dengan istrinya. Sebenarnya yang paling penting dari tradisi sungkem adalah hadirnya rasa cinta yang semakin dari seorang anak kepada kedua orangtuanya, dan terbitnya restu dan ridha dari orangtua untuk anaknya.
Dari getar bibir kakek saat dimintai doa oleh ayah saya ketika sungkem, di antaranya saya mendengar, ”Ya, begitu juga orangtua kalau ada salahnya, ya dimaafkan, aku doakan kamu bahagia di dunia dan di akhirat.Semakin kuat ibadahmu kepada Allah SWT,murah sandang pangan, rezeki mengalir halal barakah, dan memiliki anak turun yang shaleh di dunia dan akhirat.” Itulah ketulusan doa seorang ayah untuk anaknya. Saya kemudian mendapatkan keteladanan yang luar biasa di sana.
Maka setiap kali Lebaran tiba, saya berusaha untuk tidak meninggalkan sungkem kepada kedua orangtua saya. Saya ajak istri dan anak-anak saya. Memang sejatinya, meminta maaf,meminta doa dan restu kepada kedua orangtua tidak hanya ketika hari Raya Idul Fitri saja. Setiap kali ada kesempatan seorang anak berhak sungkem kepada kedua orangtuanya.
Lebih dari itu,yang dikehendaki oleh Islam sejatinya tidak hanya sungkemnya, tapi birrul walidain-nya. Bakti kepada kedua orangtua,itulah yang dikehendaki Islam.Dan sungkem,hanya salah satu cara bagi seorang anak membuka pintu birrul walidainyang lebih luas. Tentang birrul walidain, ada cerita menarik yang menyentuh hati saya.Cerita dari Rasulullah SAW, tentang doa tiga orang yang beramal saleh agar bisa membuka pintu gua yang tertutup batu.
Salah satunya berdoa dengan barakah berbakti kepada kedua orangtuanya. Kisah ini diriwayatkan oleh Abdullâh ibn Umar, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, ”Tiga orang dari umat sebelum kalian, pernah pergi dan bermalam di gua.Tiba-tiba ada batu jatuh dari gunung dan menutupi pintu gua itu.
Maka mereka berkata,”Sesungguhnya kita tidak dapat keluar dari gua ini,kecuali kita berdoa kepada Allah SWT dengan perantaraan amal saleh kita.” Lalu salah seorang dari ketiganya berdoa,” Ya Allah sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa kedua orangtuaku telah lanjut usia.Dan aku tidak memberi minum keluarga dan budakku, kecuali keduanya telah aku beri minum.
Selesai memerah susu, saat keduanya masih terlelap tidur, maka aku pun duduk di sisinya sambil memegang gelas berisi susu sampai fajar terbit hingga keduanya bangun dan minum. Ya Allah, kalau saya berbuat demikian itu karena mengharapkan ridha-Mu, maka lepaskanlah dan keluarkan kami dari batu yang menghalangi ini.
”Maka batu terbuka sedikit dan mereka belum bisa keluar. Yang kedua berdoa,”Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui, bahwa aku mengasuh anak perempuan pamanku yang sangat kucintai.Lalu aku membujuknya agar bersedia menyerahkan dirinya padaku. Tetapi dia menolak kehendakku, hingga aku sakit hati karenanya, selama satu tahun.
Suatu hari dia datang kepadaku, lalu saya berikan kepadanya 120 dinar, dengan syarat dia menyerahkan dirinya padaku.Dan dia pun menyerah.Namun ketika aku ingin menumpahkan syahwatku, dia berkata, ”Takutlah engkau kepada Allah SWT,dan janganlah engkau melakukannya, kecuali dengan hak (aturan syariat).
”Lalu aku tidak jadi menikmati tubuhnya, dan kutinggalkan dia beserta dirham yang aku berikan kepadanya. Ya Allah,kalau aku berbuat demikian karena mengharapkan ridha-Mu, maka lepaskanlah kami dari derita yang kami alami ini”. Maka batu pun bergeser.Namun,mereka belum bisa keluar. Yang ketiga berdoa, ”Ya Allah, sesungguhnya aku pernah memiliki beberapa buruh dan mereka telah aku beri upah yang menjadi haknya, tetapi seorang buruh yang pergi, meninggalkan upah yang menjadi haknya.
Lalu aku kembangkan upahnya menjadi harta yang banyak. Selang beberapa lama kemudian, dia datang kepadaku dan berkata,”Wahai hamba Allah (Abdullah), berikanlah upahku kepadaku!” Maka saya berkata, ”Semua yang engkau lihat,yaitu unta,sapi,kambing,dan budak adalah upah dan hak kamu.” Buruh itu berkata, ”Apakah kamu mengejekku?” Aku menjawab, ”Aku tidak mengejek! Ambillah semua hakmu!” Lalu dia mengambil seluruhnya dan tidak menyisakan sedikit pun.
”Ya Allah, kalau aku berbuat demikian itu karena mengharapkan keridaan- Mu, maka lepaskanlah kami dari derita yang sedang kami alami.”Maka batu itu pun bergeser dari mulut gua sehingga ketiganya dapat keluar dan meninggalkan gua itu. Begitulah amal saleh ternyata bisa menyelamatkan ketiga orang itu dari kebinasaan.
Dan di antara amal saleh itu adalah berbakti dengan ikhlas kepada kedua orangtua. Saat Lebaran tiba, mari kita sungkem kepada kedua orangtua kita,minta ridha dan doa mereka berdua. Semoga kita sukses di dunia dan akhirat.Amin.Minal aidin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin. Salatiga,29 September 2008
Budayawan Muda, Penulis Novel Ketika Cinta Bertasbih
No comments:
Post a Comment
Saran dan kritik anda sangat diperlukan untuk hasil yang lebih optimal